Thursday, 15 October 2015

Dilema Sofware Gratisan atau Berbayar

Akhir-akhir ini beberapa teman ane gencar mempromosikan linux dengan slogan "Sistem operasi gratisan namun halal atau sistem operasi berbayar tapi bajakan, pilih yang mana?"

Opensource?

Opensource
Ya, opensource maksudnya adalah sistem pengembangan yang tidak dikoordinasi oleh suatu individu / lembaga pusat, tetapi oleh para pelaku yang bekerja sama dengan memanfaatkan kode sumber (source-code) yang tersebar dan tersedia bebas (wikipedia). Bahasa sederhananya bisa diartikan dengan sistem/aplikasi yang dapat diotak atik "seenak jidat" tanpa harus membayar/memperoleh izin dari pihak pengembang. Lain halnya dengan sistem berbayar, sistem berbayar bisa diartikan dengan sistem yang memiliki lisensi dan diterbitkan oleh pengembang dengan tidak diperbolehkan untuk memperbanyak, merubah sebagian/seluruh tanpa izin dari pihak yang terkait. Untuk menggunakan sistem berbayar ini user harus merelakan sebagian kekayaannya untuk mendapatkan lisensi dari sebuah aplikasi. Lain halnya dengan sistem opensource, pengguan didak dibebankan dengan pembayaran alias gretongan (gratis).
Ada lagi istilah yang dinamakan freeware, maksudnya adalah sistem/software yang didapat kan dengan cara gratis pula, namun pengembang mencantumkan beberapa ketentuan-ketentuan tertentu, contohnya adalah tidak digunakan untuk komersil atau tidak diperbolehkan untuk mengotak atik atau mengubah isi dari konten.

Berbicara mengenai sistem opensource, kadang terlantas juga di fikiran -sederhananya, kalau bisa gratis kenapa harus membayar untuk mendapatkan sebuah tool. Namun tidak semua orang berfikir demikian. Sebagian orang lebih memilih sistem berbayar, ada yang mendapatkan dengan cara yang baik, namun ada pula yang memperoleh dengan cara yang tidak halal, alias membajak. Lalu apa konsekuensinya jika membajak "crack"? Tentu saja tidak ada selama tidak ketahuan. Namun sebenarnya hal tersebut merupakan suatu tindakan negatif yang merupakan pelanggaran hak cipta-  yang sebenarnya juga diatur dalam undang-undang no 19 tahun 2002. Tak tanggung-tanggung, pelanggar hak cipta dapat dipenjarakan 2-7 tahun dan denda Rp 150jt-5M (sumber : http://pusathki.uii.ac.id/konsultasi/konsultasi/pelanggaran-hak-cipta-dan-akibat-hukumnya.html).

Terkadang yang menjadi dilema adalah sistem berbayar lebih banyak digunakan orang di sekitar serta memiliki fitur yang bagus ketimbang yang gratisan. Lain lagi dengan dukungan luar, seperti aplikasi yang sering kita gunakan memiliki referensi pembelajarannya pun begitu banyak. Sebut saja seperti photosop, ms office, IDM, dll. Beberapa software mumpuni tersebut begitu mudah dijumpai di mesin pencarian 'gugel', dan tentu saja beberapa bisa diperoleh dengan gretongan dengan bawaan keygen atau semacamnya. Bukan cuman software untuk keperluan keseharian saja, untuk pembelajaran pun di sekolah-sekolah para pengajar lebih mengutamakan menggunakan sistem yang berbayar ketimbang yang opensource sebut saja windows. Menurut saya dari sana awal munculnya ketergantungan dari pengguna terhadap aplikasi berbayar tersebut dan secara tidak langsung membuat pengguna sehingga susah untuk berpindah lagi ke cara yang lain. Tetapi tidak semua institusi pendidikan yang membiarkan begitu saja para pelajar untuk mengunduh OS keluaran Bill Gates tersebut, beberapa institusi pendidikan terkadang juga memfasilitasi para pelajarnya dengan lisensi yang diperoleh secara layak.

Ya bukan masalah tabu lagi jika dimana-mana software bajakan khususnya di negara ini dengan mudah beredar, uniknya lagi kebanyakan orang tidak menyadari bahwa dalam paket yang mereka installkan ke pc mereka biasanya tertanam malware yang mencapai 95% kemungkinan (http://techno.okezone.com/read/2014/03/03/325/949249/software-bajakan-mengandung-95-malware). Mungkin saja itu benar, atau bisa saja tidak sepenuhnya benar.
Uniknya pula, hal ini udah ibarat sesuatu yang wajar dan dapat diterima dan kebanyakan orang tidak mempermasalahkan lagi apakah mereka melakukan pelanggaran hak cipta atau tidak, mau gimana lagi udah menjadi kebiasaan.

Sebagian orang berpendapat kalau hanya digunakan untuk keperluan pendidikan atau pemakaian pribadi itu tidak apa apa, Anda yang lebih tahu.
Sebut saja contohnya software multimedia editing video seperti after effect, ya, software ini begitu booming digunakan karena multimedia begitu berkembang pesatnya. Jika dihitung-hitung, harga satu paket software AE CS6 ini di amazon adalah 1,099.99 dolar, jika ditotalkan dengan rupiah sekitar 14.850.000,- . Beberapa orang mendapatkannya dengan cara yang kurang baik yaitu dengan melakukan crakcing dan tentu saja tidak merogoh kocek sepersen pun dari harga diatas.
Jangankan itu, sistem operasi yang biasa digunakan saja, contohnya windows 7 professional 32 bit, yang harganya 50 dolar jika ditotalkan kedalam rupiah sekitar 675.000,- sebagian kita mendapatkannya dengan cara yang tidak baik pula.

Saya pribadi sebenarnya tidak mempermasalahkan jika ada teman saya yang menggunakan software berbayar atau yang gratisan freeware maupun opensource. Disini saya hanya menghitung-hitung sedikit kerugian atau sanksi dalam pelanggaran hak cipta, hitung-hitung mengingatkan diri saya sendiri. Dari sini saya mulai sedikit berfikir, sepertinya lebih baik menggunakan sistem yang gratisan ketimbang dengan berbayar tetapi tidak dibayar.

Note : Ini hanyalah pendapat saja. Terimakasih telah berkunjung.

Wednesday, 14 October 2015

Ternyata Ini Produk Indonesia

Sudah tidak diragukan lagi produk tas bernama 'Eiger' terkenal dengan ketahanan serta desainnya yang apik banyak digunakan oleh kalangan pemuda terkhususnya pecinta outdoor.

Beberapa hari lalu iseng-iseng tanya teman, "Bro, eiger itu bikinan mana?", "Kayaknya luar negri". Dari jawaban teman itu saya ambil kesimpulan, "Benar juga".

Berhubung rasa ingin tahu ane lumayan gede dan zaman sekarang didukung pula dengan kemudahan akses informasi saya ketiklah itu kata pencarian di gugel dengan pertanyaan seperti orang idiot "produk eiger bikinan mana?". Dan sekejap muncul beberapa hasil pencarian dan saya buka link nya. Simsalabim, ternyata Eiger adalah produk asli Indonesia asal Bandung yang didirikan oleh bapak Ronny Lukito (Lahir 15 Januari 1962). Doi ternyata bukan orang berpendidikan tinggi. Beliau lulusan STM/Sekolah Teknologi Menengah. Semasa sekolah beliau sudah terbiasa berjualan, maksud saya berdagang. 

Terlahir dari keluarga yang cukup sederhana, dengan sang bapak berjualan tas olahan sendiri, dari sana beliau mulai berfikir keras dan berusaha mengembangkan produknya dengan modal sekian dan memasarkannya pada beberapa toko. Meski order yang didapat sedikit, beliau terus mengembangkan produk tersebut. Berbagai upaya beliau lakukan seperti mengikuti seminar dan menyewa jasa seorang konsultan diakrenakan tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai manajemen dan keuangan.


Eiger pertama kali diproduksi tahun 1993, nama Eiger diambil dari sebuah gunung di Swiss.


Ternyata beberapa produk tas ternama lain yang sering saya/kawan jumpai juga satu induk dengan perusahaan bapak Ronny ini seperti Bodypack, Exsport. Ada lagi nama produk lain seperti Norwand, Morphosa, World Series, Ekstrem, Vertic, Domus Danica, serta Brocklyn.

Adapun perusahaan beliau bernama PT. Eksonindo Multi produk industri yang pemasarannya sudah meramabah keluar negri seperti Libanon, Singapura, Filipina, Jepang.

Sampai sekarang produk Eiger sudah bermacam-macam jenisnya sepeti dompet, sarung handphone, sepatu, dan lain lain


***

Referensi http://www.biografiku.com/2013/01/biografi-ronny-lukito-pengusaha-tas.html